Beranda | Artikel | Toddler | Stunting: Penyebab, Gejala, dan Pencegahannya

Stunting: Penyebab, Gejala, dan Pencegahannya

Toddler
19/08/2025
Penulis: Makuku
Reviewer: Chief Editor
Stunting: Penyebab, Gejala, dan Pencegahannya

Pertumbuhan anak biasanya terlihat dari berat badan dan tinggi badannya. Normalnya, kedua faktor ini berkembang seiring pertambahan usia. Jika salah satunya terhambat, maka bisa menjadi tanda adanya masalah kesehatan, salah satunya stunting.

Menurut data Kemenkes, kasus stunting di Indonesia masih cukup tinggi, sekitar 3 dari 10 anak. Kondisi ini tentu harus diwaspadai, karena stunting dapat berdampak jangka panjang pada kesehatan, daya tahan tubuh, hingga perkembangan otak anak.

Apa Itu Stunting?

Stunting adalah kondisi ketika tinggi badan anak lebih pendek dari standar usianya akibat kekurangan gizi kronis.

  • Kemenkes RI mendefinisikan stunting sebagai panjang atau tinggi badan anak yang lebih rendah dibanding standar normal untuk usianya.

  • WHO menyebut stunting terjadi ketika tinggi badan anak berada di bawah -2 SD (standar deviasi) dari rata-rata tinggi anak seusianya.

Stunting biasanya muncul pada periode 1000 hari pertama kehidupan (sejak janin hingga anak usia 2 tahun). Jika tidak ditangani, dampaknya bisa bertahan hingga dewasa.

Penyebab Stunting pada Anak

Stunting terjadi bukan hanya karena satu faktor saja, melainkan kombinasi dari kondisi gizi, kesehatan, dan lingkungan yang tidak mendukung tumbuh kembang optimal. Beberapa penyebab utama stunting pada anak antara lain:

1. Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

Bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2,5 kg memiliki risiko lebih besar mengalami pertumbuhan terhambat. Hal ini karena sejak awal kehidupannya, bayi sudah memulai dengan kondisi yang kurang ideal. Meskipun BBLR bukan penyebab langsung, ia tetap menjadi faktor risiko yang penting diperhatikan.

2. Kurangnya Asupan Gizi Ibu Saat Hamil

Gizi ibu selama kehamilan sangat menentukan kualitas pertumbuhan janin. Kekurangan zat gizi seperti protein, zat besi, kalsium, dan asam folat bisa membuat bayi lahir dengan kondisi kurang gizi. Bila ini berlanjut hingga masa kanak-kanak, risiko stunting akan semakin tinggi.

3. Asupan Nutrisi Anak yang Tidak Cukup

Setelah lahir, anak tetap membutuhkan nutrisi yang seimbang. Jika kebutuhan gizinya tidak terpenuhi, terutama pada 1000 hari pertama kehidupan (sejak dalam kandungan hingga usia 2 tahun), anak akan sangat rentan stunting.

4. Pola Makan Tidak Seimbang

Anak yang sering mengonsumsi makanan tinggi kalori tapi miskin nutrisi (misalnya makanan instan, jajanan kemasan, atau minuman manis) juga bisa mengalami stunting. Kekurangan protein hewani, sayur, dan buah menyebabkan pertumbuhan tulang dan otak tidak optimal.

5. Kurangnya ASI Eksklusif

Tidak semua anak mendapatkan ASI eksklusif hingga 6 bulan pertama kehidupannya. Padahal, ASI adalah sumber nutrisi terbaik untuk mendukung pertumbuhan bayi sekaligus meningkatkan daya tahan tubuh.

6. Infeksi Berulang

Infeksi pencernaan, ISPA, cacingan, hingga diare yang sering dialami anak dapat mengganggu penyerapan gizi dalam tubuh. Infeksi yang tidak ditangani juga bisa membuat anak kehilangan nafsu makan, sehingga asupan nutrisi makin berkurang.

7. Sanitasi dan Kebersihan yang Buruk

Anak yang tinggal di lingkungan dengan sanitasi buruk (air minum tidak bersih, toilet tidak sehat, limbah tidak terkelola) lebih rentan terinfeksi kuman penyebab diare maupun penyakit parasit. Kondisi ini sangat erat kaitannya dengan tingginya angka stunting di Indonesia.

8. Pola Asuh yang Tidak Tepat

Orang tua memiliki peran penting dalam tumbuh kembang anak. Kurangnya edukasi tentang gizi seimbang, keterlambatan dalam memberikan MPASI bergizi, hingga kurang stimulasi perkembangan anak bisa memperbesar risiko stunting.

Faktor Risiko Stunting

Beberapa kondisi yang meningkatkan risiko anak mengalami stunting antara lain:

  • Terlahir prematur

  • Ibu mengalami malnutrisi atau infeksi saat hamil

  • Anak tidak mendapatkan imunisasi lengkap

  • Hidup di lingkungan dengan sanitasi buruk

  • Tinggal di keluarga dengan kondisi ekonomi rendah

Gejala Stunting pada Anak

Gejala stunting biasanya mulai terlihat saat anak berusia 2 tahun. Beberapa tanda yang bisa diperhatikan antara lain:

  • Tinggi badan lebih pendek dibanding teman seusianya

  • Berat badan tidak naik sesuai kurva pertumbuhan

  • Tahap perkembangan (motorik & kognitif) terlambat

  • Anak cenderung pasif, kurang aktif bermain

  • Sering sakit atau mudah terinfeksi

  • Wajah terlihat lebih muda dari usianya

  • Kesulitan belajar atau daya ingat kurang baik

Dampak Stunting Jangka Panjang

Stunting bukan sekadar masalah tinggi badan, tapi juga berpengaruh pada masa depan anak. Dampaknya meliputi:

  • Pertumbuhan fisik terhambat

  • Daya tahan tubuh lemah, mudah sakit

  • Gangguan perkembangan otak & kemampuan belajar

  • Risiko penyakit kronis di masa dewasa (obesitas, diabetes)

  • Produktivitas menurun saat dewasa

Diagnosis Stunting

Dokter akan melakukan pemeriksaan pertumbuhan anak dengan mengukur:

  • Berat badan

  • Tinggi badan

  • Lingkar kepala

  • Lingkar lengan

Hasil pengukuran dibandingkan dengan kurva pertumbuhan WHO atau KMS (Kartu Menuju Sehat). Jika tinggi badan anak berada di bawah -2 SD, maka anak dicurigai mengalami stunting.

Tes tambahan bisa dilakukan untuk mencari penyebab, seperti tes darah (anemia, infeksi), pemeriksaan feses (cacingan), hingga USG jantung (jika ada penyakit bawaan).

Cara Mencegah Stunting pada Anak

Pencegahan stunting perlu dilakukan sejak masa kehamilan hingga anak berusia 2 tahun. Beberapa langkah yang bisa dilakukan:

  1. Rutin melakukan pemeriksaan kehamilan

  2. Memenuhi asupan gizi ibu hamil dan menyusui

  3. Memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan

  4. Memberikan MPASI bergizi seimbang setelah 6 bulan

  5. Melengkapi imunisasi anak sesuai jadwal

  6. Menjaga kebersihan dan sanitasi lingkungan

  7. Memantau pertumbuhan anak secara rutin

Stunting adalah masalah serius yang masih banyak terjadi di Indonesia. Kondisi ini bukan hanya membuat anak bertubuh pendek, tetapi juga berdampak pada perkembangan otak, daya tahan tubuh, hingga produktivitas di masa depan.

Moms & dads bisa mencegah stunting dengan memastikan gizi cukup sejak masa kehamilan, memberikan ASI eksklusif, MPASI bergizi, menjaga kebersihan, serta rutin memantau tumbuh kembang anak.

Selain itu, jangan lupa memastikan kenyamanan si kecil sehari-hari, misalnya dengan menggunakan popok yang tepat dan nyaman seperti MAKUKU Dry Care yang lembut, menyerap cepat, dan menjaga kulit bayi tetap kering.

Bagikan di media sosial:
Customer Care MAKUKU