Beranda | Artikel | Pregnancy | Janin Berhenti Berkembang? Jangan Panik, Ini Penjelasan Detailnya

Janin Berhenti Berkembang? Jangan Panik, Ini Penjelasan Detailnya

Pregnancy
18/08/2025
Penulis: Makuku
Reviewer: Chief Editor
Janin Berhenti Berkembang? Jangan Panik, Ini Penjelasan Detailnya

Moms mungkin sering mendengar istilah janin tidak berkembang. Banyak yang mengira kondisi ini berarti janin tumbuh lebih lambat dari usia kehamilan sebenarnya. Padahal, istilah ini juga dikenal sebagai hamil kosong atau kehamilan anembrionik (blighted ovum), yaitu kondisi ketika kantung kehamilan terbentuk, tetapi embrio tidak berkembang.

Kehamilan ini sering kali mengejutkan dan membingungkan Moms, karena gejala awalnya mirip dengan kehamilan normal. Oleh karena itu, penting bagi Moms untuk memahami penyebab, tanda-tanda, serta penanganannya.

Apa Itu Janin Tidak Berkembang?

Janin tidak berkembang adalah kondisi ketika sel telur yang telah dibuahi berhasil menempel di dinding rahim, namun gagal berkembang menjadi embrio. Akibatnya, kantung kehamilan terlihat kosong saat dilakukan pemeriksaan ultrasonografi (USG).

Kondisi ini biasanya terdeteksi pada trimester pertama, terutama ketika detak jantung janin tidak terdeteksi di usia kehamilan 6–10 minggu.

Menurut penelitian dalam New England Journal of Medicine (1993), sebagian besar kasus janin tidak berkembang disebabkan oleh kelainan kromosom yang membuat embrio tidak dapat tumbuh dengan normal.

Penyebab Janin Tidak Berkembang

Kondisi janin tidak berkembang atau hamil kosong (blighted ovum) bisa disebabkan oleh berbagai faktor. Penting bagi Moms untuk memahami bahwa sebagian besar penyebab terjadi secara alami dan bukan karena kesalahan Moms. Berikut beberapa penyebab utama yang sering dikaitkan dengan kehamilan anembrionik:

1. Kelainan Kromosom

Kelainan kromosom adalah penyebab paling umum. Menurut penelitian dalam New England Journal of Medicine (1993), sekitar 50–60% kasus janin tidak berkembang terjadi karena adanya kelainan genetik sejak proses pembuahan. Sel telur atau sperma yang tidak sehat dapat menyebabkan zigot gagal membelah dengan sempurna.

Kondisi ini bisa terjadi secara acak, sehingga tidak selalu berulang pada kehamilan berikutnya. Namun, usia ibu juga memengaruhi risiko. Wanita berusia di atas 35 tahun memiliki kemungkinan lebih tinggi mengalami kelainan kromosom pada sel telur.

2. Masalah Plasenta

Plasenta berfungsi sebagai “jembatan kehidupan” antara Moms dan janin. Jika plasenta tidak terbentuk dengan baik atau mengalami gangguan fungsi, nutrisi serta oksigen yang seharusnya masuk ke janin menjadi terganggu. Akibatnya, pertumbuhan embrio terhenti sejak awal kehamilan.

Beberapa studi menunjukkan bahwa kelainan pada pembentukan plasenta dapat dikaitkan dengan gangguan hormon atau sirkulasi darah di rahim.

3. Infeksi pada Ibu Hamil

Infeksi tertentu dapat mengganggu perkembangan embrio. Misalnya:

  • Toksoplasmosis, infeksi dari parasit yang sering ditemukan pada kotoran kucing.

  • Rubella (campak Jerman), yang bisa menimbulkan kelainan pada janin.

  • Infeksi virus seperti CMV (cytomegalovirus).

Infeksi tersebut bisa menyebabkan embrio tidak berkembang atau meningkatkan risiko keguguran. Oleh karena itu, sebelum merencanakan kehamilan, Moms dianjurkan untuk melakukan tes TORCH (Toxoplasma, Rubella, CMV, Herpes).

4. Faktor Lingkungan

Paparan zat berbahaya juga berpengaruh pada perkembangan janin. Beberapa di antaranya:

  • Rokok dan asap rokok yang dapat menurunkan kualitas oksigen dalam darah.

  • Alkohol dan narkoba yang bisa merusak proses pembelahan sel.

  • Paparan bahan kimia berbahaya seperti pestisida, logam berat, atau obat-obatan tertentu tanpa pengawasan dokter.

Semua faktor ini dapat meningkatkan risiko hamil kosong.

5. Masalah Kesehatan Ibu

Kondisi medis tertentu juga bisa menjadi penyebab janin tidak berkembang, antara lain:

  • Gangguan hormonal, misalnya sindrom ovarium polikistik (PCOS) yang membuat kualitas sel telur menurun.

  • Penyakit autoimun, di mana sistem imun tubuh menyerang jaringan tubuh sendiri, termasuk janin.

  • Diabetes yang tidak terkontrol, yang dapat mengganggu suplai nutrisi ke janin.

  • Hipotiroidisme, yaitu gangguan hormon tiroid yang memengaruhi keseimbangan hormon reproduksi.

Selain itu, riwayat keguguran berulang juga bisa menjadi faktor risiko yang perlu diperhatikan.

6. Usia Ibu

Makin bertambah usia, kualitas sel telur juga menurun. Wanita yang hamil di usia 35 tahun ke atas lebih rentan mengalami kelainan kromosom, yang pada akhirnya meningkatkan risiko janin tidak berkembang.

Dampak Psikologis

Mengalami kehamilan anembrionik bisa sangat berat bagi Moms dan pasangan. Rasa sedih, kecewa, bahkan trauma sering muncul. Dukungan keluarga, pasangan, dan konseling psikologis sangat penting agar Moms tidak merasa sendirian.

Menurut penelitian dalam Human Reproduction Update (2016), wanita yang mengalami keguguran, termasuk janin tidak berkembang, berisiko lebih tinggi mengalami depresi dan kecemasan jika tidak mendapat dukungan emosional.

Bisakah Dicegah?

Sebagian besar kasus terjadi karena kelainan genetik acak, sehingga sulit dicegah sepenuhnya. Namun, Moms bisa mengurangi risikonya dengan cara:

  • Menjaga gaya hidup sehat sejak sebelum hamil.

  • Mengonsumsi makanan bergizi seimbang.

  • Menghindari rokok, alkohol, dan obat-obatan berbahaya.

  • Rutin melakukan pemeriksaan kesehatan dan USG kehamilan.

  • Mengelola penyakit kronis seperti diabetes atau hipertensi.

Sebelum mencoba hamil lagi, dokter biasanya menyarankan untuk menunggu 1–2 siklus menstruasi agar tubuh dan kondisi emosional pulih.

Janin tidak berkembang atau hamil kosong (kehamilan anembrionik) adalah kondisi ketika kantung kehamilan terbentuk tanpa adanya embrio. Penyebab utamanya adalah kelainan kromosom, namun faktor lain seperti masalah plasenta, infeksi, hingga kesehatan ibu juga berperan.

Moms perlu mengenali tanda-tanda hamil kosong seperti kram, pendarahan, kadar hCG menurun, hingga kantung kehamilan kosong pada USG. Jika terdiagnosis, ada beberapa pilihan penanganan mulai dari menunggu alami, terapi obat, hingga kuretase.

Yang terpenting, jangan lupakan aspek psikologis. Dukungan dari orang terdekat serta pemeriksaan medis yang rutin akan membantu Moms menghadapi kondisi ini dengan lebih kuat.

Bagikan di media sosial:
Customer Care MAKUKU